Kamis, Mei 29, 2008

Ke Jambi: Jalan-jalan Atau Riset?

Minggu, 25 Mei 2008 Saya berangkat ke Jambi dalam rangka Monitoring dan Evaluasi kerjasama Pustekkom dan LP3ES. Berangkat jam 06.00 karena harus mengantar kekasih hati dulu untuk jadi instruktur Mer-C di Ukrida. Setelah itu langsung masuk tol menuju Bandara. Karena take off masih lama, kami santai dulu di Executive Lounge Eljhon. Selain menyantap semua hidangan yang tersedia, ternyata di sini banyak tokoh-tokoh politik dan selebritis... Hitung-hitung cuci mata dan belajar jadi orang terkenal, he4x.

Setelah check in pukul 09.45 take off tepat waktu pukul 10.00. Tumben Batavia tepat waktu! Ups… Sampai di Bandara mungil Sultan Thaha pukul 11.15. Ada Haikal AFI, Pong Harjatmo dan Adjie Pangestu yang katanya akan jadi juri dan pengisi acara pada Acara Menuju Bintang 2008. Wuah, bisnis pencarian bakat juga sudah menyentuh tanah Melayu ini yah? Pesan mobil seharga Rp. 35.000,-, datanglah kijang kapsul yang penuh dempul disana-sini. Nggak apa-apa lah, perjalanan singkat koq… Cuma ke Hotel Camar di Jl. Gatot Subroto 24.

Hotel ini tidak terlalu bagus tapi strategis. Tak terlalu jauh dari 2 Mal besar, Jambi Prima Mall (JPM) Tropi dan Kompleks Pertokoan Matahari dibawah Hotel Novotel. Wiltop Trade Center (WTC) Batanghari juga cuma 10 menit. Yang paling menarik, saya bisa dengan mudah ke mana-mana, Bank Mandiri cuma 150 meter, ATM BNI hanya 100 meter, Warnet tersebar dimana-mana dan ada sebuah bioskop tua tepat dibelakang hotel melati satu ini. Namanya Sumater 21 dan jangan ditanya, film-filmnya sudah usang. Mungkin sudah diputar di Jakarta 5-6 bulan yang lalu,

Meskipun mobil-mobil mewah banyak berkeliaran tapi sangat sulit mencari bis kota atau mungkin memang tidak ada. Angkot-angkot yang rata-rata dimodifikasi oleh pemiliknya dan full house music hanya ada di jalan-jalan tertentu. Yang banyak adalah ojek! Tapi mungkin kalau hujan, becek, ya... nggak ada ojek (Cinta Laura mode on he4x).

Yang kurang mengesankan mungkin saat makan di warung, restoran atau tenda-tenda pinggir jalan yang mengusung makanan lokal dan penjualnya masyarakat asli. Kenapa? Selain rasanya biasa saja, di Jakarta juga banyak, terkadang harganya juga tidak masuk akal. Ini disebabkan logat kami yang kentara sebagai pendatang. Akhirnya, pilihan saya makan di Mal; Pizza Hut, A&W an KFC. Selain rasanya enak, harganya juga jelas plus sejuk. Bahkan kalau makan di A&W or KFC WTC Batanghari, kita bisa menikmati hidangan dengan pemandangan sungai yang lebarnya kira-kira 40 meter lebih. Wuih...

Saya tidak mau menceritakan pekerjaannya, hal biasa lah... Menembus birokrasi, menyampaikan kuesioner dan angket, monitoring langsung hingga mengalkulasi dan mengompilasi data. Standar buruh elit lah! He4x. Yang menarik justru, di kota Jambi, bahkan di seluru propinsi Jambi tahun ini serentak akan ada pilkada. Khusus kota Jambi, Partai GOLKAR berkoalisi dengan PKS.... Wow, hebat! Yang diusung adalah Sekdakot Jambi, H.M. Asnawi – yang biasa dipanggil Bang Nawi dan anggota FPKS DPRD Kota Jambi, Nuzul Prakasa. Karenanya, pasangan ini dijuluki BNN. Ehm...

Pasangan lain adalah Bambang Priyanto-Sum Indra yang diusung PAN, PPP, PBB, PKB dan partai kecil lain dan pasangan PDIP-PBR yaitu Zulkifli Somad-Agus Roni. Yang lucu, ada calon independen Andy Badut, entertainer yang memiliki usaha jasa hiburan, badut, MC, band, dan lain-lain. Slogannya ”Daripada Politisi jadi Badut lebih baik Badut jadi Politisi”. Ha4x... Ada-ada saja. Sayangnya, meskipun banyak calon independen yang mendaftar, KPUD menolak dengan alasan pendaftaran bulan Mei. Sedangkan calon independen baru diperbolehkan untuk calon yang pendaftaran calonnya bulan Juni.

Saya masih akan tinggal dan menikmati kehidupan sepi di kota Jambi hingga Senin depan. Masih banyak waktu untuk menikmati keteduhan sungai Batanghari, menyusuri lorong-lorong jalan di kotanya, melewati puluhan jembatan-jembatannya dan yang paling penting adalah mencari makanan khas lokal yang sampai saat ini belum didapat, yaitu Tempoyak dan Lempok. Selain tidak tersedia di Mal, sentra penjaja oleh-oleh juga masih sulit dicari. Ayo, mampir ke Jambi. Visit Indonesia Years 2008.

1 komentar:

  1. During the World War II, Art Deco jewellery was ugg sale a very popular style among women. The females started ugg boots wearing short dresses and cut their hair short. And uggs such boyish style was accessorized with Art Deco jewellery. They used cheap ugg boots long dangling earrings and necklaces, multiple bracelets and bold ugg boots uk rings.Art Deco jewellery has harshly geometric and symmetrical theme instead disocunt ugg boots of free flowing curves and naturalistic motifs. Art Deco Jewelry buy ugg boots today displays designs that consist of arcs, circles, rectangles, squares, and ugg outlet triangles. Bracelets, earrings, necklaces and rings are added with long ugg boots outlet lines and curves.One example of Art Deco jewelry is the Art Deco ring. Art Deco rings have ugg mall sophisticated sparkle and bold styles. These rings are not intended for a subtle look, they are meant to be noticed. Hence, these are perfect for people with bold styles.

    BalasHapus

Mesin Pencari Kata

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails